Selasa, 24 Januari 2012

Perkaya Pengetahuan Tentang Lahan Gambut, Mahasiswa Ilmu Tanah Ikuti Field Short Course di 3 Kota


Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia 18-20 juta ha. Lahan gambut tropis merupakan tempat terpenting dan strategis dalam hal emisi gas karbon di dunia. Luas lahan gambut tropis hanya 3% dari total luas daratan yang ada di dunia, tetapi kandungan karbon yang tersimpan mencapai 1/3 karbon yang ada di dunia sehingga sangat penting untuk tetap menjaga kelestarian lahan gambut tropis di Indonesia.

Para peserta Field Short Course, Summer School Management Strategy of Tropical Peatland: Development and Conservation di Bogor, Palangkaraya, dan Riau pada tanggal 8-19 November 2011 *

Untuk memperkaya pengetahuan tentang pengembangan dan konservasi lahan gambut tersebut, mahasiswa Agroteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unpad angkatan 2008, Hingdri, mengikuti Field Short Course, Summer School Management Strategy of Tropical Peatland: Development and Conservation pada tanggal 8-19 November 2011di Bogor, Palangkaraya, dan Riau.

Acara ini merupakan hasil kerja sama antara “Establishment of Center for Integrated Field Environment Science” (IFES-GCOE) Hokkaido University, Japan, Intitut Pertanian Bogor, CIMTROP Universitas Palangkaraya, RAPP, Asian Agri dan Sinarmas. Peserta kegiatan ini  berasal dari kalangan mahasiswa S-1, S-2, S-3, profesor, peneliti, pemerintah dan pelaku  bisnis yang  berasal dari beberapa negara seperti Japan, China, Mongolia, Rusia, Malaysia, dan Indonesia.

Kegiatan ini terdiri dari beberapa rangkaian yaitu Pre-lecture, Fieldtrip, Presentasi dan Diskusi. Pre-lecture merupakan kuliah umum kepada peserta mengenai lahan gambut yang dilakukan sebelum fieldtrip ke lapangan.  Fieldtrip dilakukan selama 5 hari pada dua tempat berbeda yaitu Pelalawan, Riau dan Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pada akhir kegiatan dilakukan presentasi hasil fieldtrip dan diskusi perancangan proposal management strategy of tropical peatland (lahan gambut tropis).

Seperti yang kita ketahui bersama, pembukaan lahan gambut untuk pertanian menyebabkan beberapa dampak buruk, yang salah satunya adalah meningkatnya emisi gas karbon. Pengukuran yang dilakukan di daerah pertanian transmigran menunjukan peningkatan emisi gas karbon lebih dari 2x lipat dibandingkan dengan hutan alami yang menjadi laboratorium alami lahan gambut CIMTROP.

Pembukaan lahan gambut untuk kepentingan manusia seperti perkebunan, pertambangan dan pemukiman harus diperhitungan secara matang agar dampak buruk yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Tidak semua lahan gambut dapat dialih fungsikan untuk kepentingan manusia terdapat beberapa parameter yang harus diperhatikan seperti ketebalan gambut, tanah dasar gambut, pH tanah, dan lain-lain.

Dalam rilisnya Hingdri mengatakan bahwa kunci dalam pembukaan lahan gambut adalah sistem drainase dan pemilihan lahan gambut yang tepat  serta pemeliharan harus dilakukan terus menerus dan secara menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha dan modal yang besar. Jika hal itu tidak dapat dipenuhi jangan membuka lahan gambut, jadikanlah hutan alami.

Pembukaan lahan gambut 1 juta ha oleh pemerintah pada tahun 1997 di Palangkaraya, Kalimantan tengah yang dianggap telah gagal menjadi salah satu contoh pembukaan lahan gambut yang salah. Saat ini lahan tersebut menjadi lahan terlantar dan sangat rawan kebakaran. Sangat diperlukan langkah-langkah untuk merehabilitasi lahan tersebut, salah satunya dapat dilakukan penghutanan kembali lahan tersebut. Masyarakat sekitar yang telah menetap disana harus dilibatkan dalam program penghutanan kembali teresebut
Peneliti dari Universitas Palangkaraya,  Suwido Limin, telah merancang suatu sistem “Buying Living Tree System” yang melibatkan masyarakat dalam program rehabilitasi tersebut. Ketika masyarakat dilibatkan maka kepedulian dan tanggung jawab masyarakat akan lebih besar. Masyarakat juga akan mendapat pengetahuan lingkungan dalam teori maupun tindakan. Pada akhirnya masyarakat pula yang akan mendapat keuntungan ekonomi dari hasil hutan tersebut.

Hingdri menegaskan bahwa sekarang adalah saatnya kita untuk memikirkan lahan gambut agar lahan gambut dapat tetap terjaga. Ketika lahan gambut terjaga maka perubahan iklim akibat gas rumah kaca dari lahan gambut akan berkurang, dunia akan menjadi lebih baik. Kita akan hidup lebih baik dan bukan hanya untuk kita tetapi untuk anak cucu kita. People for Peatland, Peatland for Earth, Earth for People.*

0 komentar:

Posting Komentar

 

ShoutMix chat widget